Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line
Staats Spoorwegen, sebagai operator kereta api
milik Pemerintah
Kolonial Belanda, memulai proyek elektrifikasi jalur kereta Tanjoeng Priok - Meester Cornelis (Jatinegara) pada tahun 1923 dan diresmikan pada
1925. Proyek elektrifikasi terus berlanjut pada lingkar Jakarta, hingga Bogor
dan Bekasi. Kereta yang digunakan ialah lokomotif listrik seri 3000 buatan pabrik
SLM–BBC (SwissLocomotive
& Machine works - Brown Baverie Cie), lokomotif listrik seri 3100 buatan
pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman,
lokomotif listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta kereta listrik buatan pabrik
Westinghouse dan kereta listrik buatan pabrik General
Electric.
Jalur kereta yang terelektrifikasi tersebut terus
digunakan dan diperluas wilayah operasionalnya sejak kemerdekaan Indonesia.
Pengoperasian jalur kereta api di Indonesia dilaksanakan oleh Djawatan
Kereta Api Repoeblik Indonesia (kini
sebagai PTKA). Lokomotif yang telah digunakan sejak zaman Belanda dan dianggap
sudah tidak layak jalan digantikan oleh rangkaian kereta listrik buatan Jepang sejak tahun 1976. Sejak tahun 2000, Pemerintah Indonesia rutin mendapatkan hibah rangkaian
maupun pembelian kereta listrik dari Jepang, yang kemudian digunakan untuk
menambah armada kereta listrik Jakarta.
Pada tahun 2008 dibentuk anak perusahaan PT KA,
yakni PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ), yang fokus pada pengoperasian jalur
kereta listrik di wilayah Daerah Operasional (DAOP) 1 Jabotabek, yang saat itu
memiliki 37 rute kereta yang melayani wilayah Jakarta Raya. PT KCJ memulai
proyek modernisasi angkutan KRL pada tahun 2011, dengan menyederhanakan rute
yang ada menjadi 5 rute utama, penghapusan KRL ekspress, penerapan gerbong
khusus wanita, dan mengubah nama KRL ekonomi-AC menjadi Kereta Commuter. Proyek
ini dilanjutkan dengan renovasi, penataan ulang, dan sterilisasi sarana dan
prasarana termasuk jalur kereta dan stasiun kereta, serta penempatan satuan
keamanan pada tiap gerbong. Saat Stasiun Tanjung Priokdiresmikan kembali
setelah dilakukan renovasi total pada tahun 2009, jalur kereta listrik
bertambah menjadi 6, walaupun belum sepenuhnya beroperasi. Pada Juli 2013, PT
KCJ mulai menerapkan sistem tiket elektronik COMMET (Commuter Electronic Ticketing) dan perubahan sistem tarif kereta
Sebagai tahapan penerapan program e-ticketing,
PT Kereta Api Indonesia dan PT KAI Commuter Jabodetabek mulai 2012mengganti Kartu Trayek
Bulanan (KTB)/Kartu Langganan Sekolah (KLS) secara bertahap hingga pada 1 Juli 2013ditetapkan menjadi Commuter
Electronic Ticketing (Commet).
Kartu Commet adalah alat pembayaran pengganti uang tunai yang digunakan untuk transaksi
perjalanan KA Commuter Line sebagai tiket perjalanan KA, yang disediakan dalam
bentuk kartu sekali pakai (Single-Trip)
dan prabayar (Multi-Trip). Penumpang diwajibkan untuk melakukan tap-in di gerbang masuk dan memasukkan kartu single-trip ke dalam gerbang keluar atau cukup tap-out bagi pengguna kartu prabayar di
gerbang keluar.
Bersamaan dengan pemberlakuan Commet, sistem tarif
progresif diberlakukan. Sistem ini menggunakan hitungan jumlah stasiun yang
dilewati sebagai dasar perhitungan tarif tiap penumpang. Awalnya berlaku tarif
normal, namun karena adanya subsidi dana public service obligations (PSO) Kementerian Perhubungan bagi KA Commuter, maka tarif berlaku
tarif subsidi.
Mulai 1 April 2015, tarif progresif akan mengalami
perubahan. Sistem tarif progresif baru akan menghitung tarif berdasarkan jarak. Selain itu, ketentuan uang jaminan
untuk THB dan minimal saldo untuk tiket multitrip dan kartu bank berubah.
Untuk THB memiliki tarif yaitu Rp 2.000 untuh 25 kilometer pertama dan Rp 10.000 untuk ketentuan uang jaminan. Uang jaminan ini dapat diambil dengan menukar kartu di loket keluar.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/KA_Commuter_Jabodetabek
Tidak ada komentar:
Posting Komentar